JAMBI – Museum Perjuangan Rakyat Jambi (MPRJ) tengah menggelar Pameran Sejarah Perminyakan Indonesia dengan tema “Museum Dikenal, Sejarah Digali, Semangat Juang Dikobarkan”. Pameran yang berlangsung mulai 17 hingga 23 September 2024 ini merupakan hasil kolaborasi antara MPRJ dan Pertamina EP Field Jambi. Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan sejarah panjang industri minyak bumi Indonesia serta menghidupkan kembali semangat perjuangan di kalangan generasi muda.
Dalam rangka memeriahkan pameran, sejumlah lomba menarik diadakan, seperti Lomba Drama Musikal Perjuangan dan Lomba Band Lagu Perjuangan untuk tingkat SLTA, Lomba Literasi/Bertutur Perjuangan untuk guru, serta Lomba Musikalisasi Puisi Perjuangan untuk tingkat SLTP. Kegiatan ini mendapat perhatian luas, terutama dari kalangan pelajar dan pendidik.
Pameran resmi dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, Imron Rosyadi, S.Sos, M.Si, dan dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Kepala Museum Siginjei Hj. Ervin Aprianti, S.Kom, perwakilan dari PT Pertamina EP Field Jambi, serta pejabat Disbudpar Provinsi Jambi. Imron Rosyadi dalam sambutannya menekankan pentingnya memahami sejarah perminyakan bagi generasi muda.
Eksplorasi minyak di Jambi sendiri telah dimulai sejak 1922 oleh Netherlandsch Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) di wilayah Bajubang dan Tempino, yang kemudian diperluas ke Kenali Asam pada tahun 1930. Setelah kemerdekaan, perusahaan minyak Republik Indonesia (Permiri) yang didirikan oleh dr. Muhammad Isa mengambil alih pengelolaan minyak, termasuk di kawasan Jambi.

Selain itu, Imron juga mengungkapkan bahwa situs eksploitasi minyak di Bajubang, yang dulu menjadi saksi sejarah penting, kini mulai terlupakan dan tak terurus. Ia menyarankan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Batanghari mempertimbangkan untuk menjadikan Bajubang sebagai museum perminyakan. Hal ini diharapkan dapat menjaga situs sejarah tersebut, sekaligus membuka ruang edukasi bagi masyarakat tentang peran penting minyak dalam perjuangan dan ekonomi Indonesia.
“Dengan menjadikan Bajubang sebagai museum, kita tidak hanya melestarikan sejarah tetapi juga mengangkatnya sebagai daya tarik wisata yang memberikan dampak positif pada pengetahuan dan perekonomian masyarakat sekitar,” ujar Imron.
Langkah ini, selain menjaga situs dari kerusakan, juga berpotensi membuka peluang ekonomi baru melalui sektor pariwisata yang berkelanjutan.